Minggu, 14 Februari 2016

MENGAPA KITA HARUS MEMBELI PRODUK DALAM NEGERI ?



Sejak lama kampanye untuk lebih mencintai produk dalam negeri telah di sampaikan oleh Pemerintah, namun barangkali sebagian besar dari kita belum paham apa sih perlunya membeli dan menggunakan produk dalam negeri, berikut akan kita bahas penjelasannya :
Dengan kita menggunakan produk dalam negeri maka pabrik dan perusahaan di Indonesia akan dapat terus berproduksi, dengan begitu lapangan pekerjaan akan selalu tersedia, selanjutnya keuntungan perusahaan sudah pasti digunakan untuk investasi perluasan kapasitas produksi sehingga penyerapan tenaga kerja baru bisa berlangsung secara kontinyu, dan dari keuntungan perusahaan itu maka riset untuk pengembangan produk bisa dilakukan sehingga dari tahun ke tahun mutu dan kualitas barang dan produk Indonesia akan terus membaik sehingga pada saatnya kualitas produksi dalam negeri akan mampu bersaing di pasar global. ini adalah penjelasan sederhananya.
Sebagai contoh bisa kita lihat yang terjadi pada Korea Selatan, pada era 1970 - an sampai 1980 – an barang barang produksi Korea Selatan belum ada apa apanya di banding barang produksi Jepang, amerika dan eropa barat, namun rakyat korea mempunyai loyalitas dan kebanggaan yang tinggi pada produk dalam negeri, meskipun di pasar global ada barang barang canggih mereka tetap loyal dan bangga pada merk merk dalam negeri seperti LG, Samsung, Sanghyong untuk produk elektronik, kemudian Hyundai, KIA  untuk  produk otomotif.  Dengan modal pasar domestik inilah kemudian perusahaan di Korea mengembangkan diri, melakukan riset, inovasi dan akhirnya mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi dan sanggup merajai pasaran dunia saat ini. memang ini bukan satu satunya faktor, masih banyak faktor lain seperti komitmen dan keberpihakan Pemerintah pada industri dalam negeri, penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dalam negeri dan riset, namun loyalitas pasar domestik menjadi modal awal yang sangat penting untuk menembus pasar global.
Kemudian bila ada pernyataan, kenapa pemerintah tidak memaksa saja masyarakat menggunakan produksi dalam negeri dengan menstop impor barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, maka persoalannya tidak sesederhana itu. Kita hidup di era global, pemerintah tidak bisa menggunakan instrumen fiskal dan mekanisme tarif untuk membatasi arus barang yang masuk karena semua sudah diatur sesuai kesepakatan perdagangan internasional oleh WTO, atau bila melakukan itu maka kita akan diperlakukan sama oleh negara lain, tentu masih ingat beberapa tahun lalu kita pernah menstop impor produk mainan dari cina karena dicurigai mengandung bahan bahan yang berbahaya bagi kesehatan, kemudian cina membalas dengan menghentikan impor produk olahan hasil laut dari Indonesia yang nilainya jauh lebih besar, sehingga mengancam kehidupan nelayan nelayan di Indonesia. 
Sedangkan bagi kita bangsa Indonesia dengan 250 juta penduduknya tentu merupakan kekuatan yang sangat besar, dengan mampu menguasai pasar dalam negeri saja maka perusahaan akan bisa mendapatkan keuntungan yang cukup untuk berkembang, melakukan riset, berinovasi sebagaimana dilakukan Korea. maka kemudian disinilah salah satu urgensinya kenapa kita harus membeli produk Indonesia?  Gimana masih enggan pakai produk dalam negeri? Mari mulai sekarang jangan Cuma cintai produk Indonesia tapi   ayoooo Beli Produk Indonesia.

Kamis, 04 Februari 2016

RE – DESIGN POLA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DALAM RANGKA PENGENTASAN KEMISKINAN ( di Kabupaten Tulungagung )


Program pengentasan kemiskinan sebenarnya sudah lama mendapat perhatian dalam kebijakan pembangunan secara nasional maupun di Kabupaten Tulungagung.  Bila pada kenyataannya masih banyak ditemukan kemiskinan dalam masyarakat, maka pertanyaannya adalah :
1.      Apakah program pengentasan kemiskinan yang sudah dijalankan tidak berjalan sebagaimana mestinya ? tidak menghasilkan solusi sebagaimana yang diharapkan ?
2.   Apakah porsi Program pengentasan kemiskinan dalam pola umum kebijakan pembangunan secara makro tidak cukup signifikan dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi?
3.  Apakah ada faktor eksternal yang begitu kuat sehingga laju kemiskinan baru lebih besar dari jumlah warga miskin yang berhasil dientaskan, sehingga secara kumulatif angka kemiskinan tetap bertambah?
Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan diatas ada baiknya kita sedikit flash back dulu ke belakang untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kemiskinan dalam masyarakat bisa terjadi. Kemiskinan bukanlah suatu permasalahan yang berdiri sendiri, kemiskinan merupakan muara dari permasalahan permasalahan lain baik personal maupun dalam komunitas suatu masyarakat yang terakumulasi dan tereskalasi menjadi kemiskinan dalam bentuknya yang kompleks, yaitu ketidakberdayaan dan keterbatasan- keterbatasan lainnya.
Bila ditilik dari akar penyebabnya kemiskinan bisa diklasifikasikan dalam beberapa golongan yaitu :
1.  Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang diturunkan dari orangtua ke anaknya, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.      Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh aturan-aturan adat yang membatasi penguasaan akses-akses ekonomi dengan alasan-alasan kultural.
3.   Kemiskinan Theologis, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh interpretasi suatu ajaran tertentu yang menganggap bahwa kemiskinan sebagai jalan hidup yang harus dijalani.
4. Kemiskinan Psikologis, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hambatan- hambatan psikologis sehingga potensi seseorang tidak tereksplorasi secara maksimal.
Pada kenyataan riil dilapangan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat bisa karena satu faktor atau merupakan kombinasi dari beberapa sebab, oleh karena itu pengentasan kemiskinan harus dilakukan dengan suatu konsep terpadu dari semua unsur antar instansi lintas departemen pemerintah maupun institusi swasta dan masyarakat yang saling bersinergi dan terintegrasi dalam suatu pola kebijakan makro dan sektoral yang konsisten dan berkelanjutan. Integrasi semua komponen dalam pengentasan kemiskinan sangat penting agar bisa menghasilkan suatu assesmen yang terfokus dan menyeluruh, karena berdasarkan indikator-indikator dilapangan kemiskinan yang terjadi di Indonesia khususnya di Kabupaten Tulungagung bukan lagi semata mata masalah Infrastruktur melainkan lebih kepada masalah lain yang lebih elementer yaitu masalah Suprastruktur, Mentalitas. Hal ini terkait dengan proses Nation Character Building, proses pembentukan karakter bangsa yang tidak terselesaikan, terbengkalai dan terabaikan. Sehingga kini kita menjadi bangsa  dan masyarakat yang tidak punya etos kerja, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, rasionalitas, daya survival, kreatifitas dan inovasi, padahal hal hal inilah sebenarnya yang harus dimiliki sebagai modal dasar menuju kemajuan dan kesejahteraan.
Bertolak dari kenyataan itu Re-design Pola Kebijakan Pembangunan di Kabupaten Tulungagung dalam rangka pengentasan kemiskinan harus didasarkan pada peningkatan kualitas sumber daya masyarakat miskin dengan merujuk pada Pemberdayaan (empowering), Kemandirian (independence) dan Kelestarian (sustainable).
Pemberdayaan dalam rangka pengentasan kemiskinan  meliputi pemberdayaan personal dan pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan personal masyarakat miskin ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pribadi (personal capacity) dan Kapasitas Kelompok (community capacity). Peningkatan Kapasitas Pribadi (Personal Capacity)  merujuk pada peningkatan Intelektualitas dan kematangan Psycho-Emotional (psycho emotional maturity).  Peningkatan Intelektualitas berwujud pada kemampuan untuk mencerna dan menganalisa masalah serta menemukan solusi, dan  peningkatan life skill ketrampilan yang sangat diperlukan sebagai senjata untuk survive dalam persaingan. Kematangan Psycho-Emotional adalah kemampuan mengelola emosi, stimulus stimulus internal dan eksternal serta penempatan rasionalitas dalam penyikapan keadaan, wujud dari kematangan Psycho-Emotional bisa membimbing agar peningkatan kapasitas pribadi masyarakat miskin tetap selalu dalam koridor norma hukum, norma sosial dan norma agama, serta semua upaya pemberdayaan yang telah dilakukan mempunyai implikasi positif dan konstruktif terhadap Pola Kebijakan Pembangunan secara Makro.
Peningkatan kapasitas kelompok (community capacity) diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position) masyarakat miskin terhadap dunia usaha dan stake holder terkait serta membuka akses masyarakat miskin terhadap pelayanan publik.
Peningkatan kapasitas kelompok bisa ditempuh melalui pemberdayaan kelompok kelompok dalam masyarakat baik itu kelompok usaha bersama maupun jenis kelompok lainnya.
Pemberdayaan Ekonomi  adalah pemberian suatu jenis pekerjaan atau usaha ekonomi produktif  kepada masyarakat miskin sehingga ada suatu jenis usaha dan pekerjaan permanen yang bisa dijadikan penopang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari. Guna mewujudkan pemberdayaan Ekonomi harus ada parameter specifik yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah dalam hal jenis bantuan, jumlah bantuan, jenis pendampingan dan durasi program. Jenis Bantuan harus disesuaikan dengan daya dukung alam sekitar baik demi keberlangsungan usaha dan pemasarannya, untuk jumlah bantuan harus ada analisa dalam jumlah minimal berapa suatu jenis usaha untuk orientasi bisnis bisa diusahakan dengan sistem industri rumahan.
Jenis pendampingan yang dilakukan dalam pengentasan kemiskinan harus bisa mengawal keseluruhan program dari awal sampai saat dimana masyarakat miskin mempunyai kemampuan untuk mandiri dan mempunyai kesanggupan untuk bersaing. Oleh karena itu seringkali program pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara Instansional mengingat bahwa pendampingan yang harus dilakukan menyangkut banyak aspek dengan intensitas kegiatan yang tinggi dan memerlukan banyak assesment dengan sentuhan pribadi (personal touch).   Durasi pendampingan hendaknya dalam jangka panjang, mengingat pemberdayaan masyarakat miskin adalah upaya untuk mengubah pola pikir dan pola tindakan dari konsepsi tradisional menuju konsepsi modern, dari konsepsi agraris menuju konsepsi industrialis. Muara dari pendampingan menuju pemberdayaan ekonomi adalah terbentuknya jiwa enterpreneurship dalam diri masyarakat miskin yang ditopang oleh  kecukupan kapasitas pribadi dan kapasitas kelompok.
Proses menuju pemberdayaan masyarakat miskin baik itu pemberdayaan personal maupun pemberdayaan ekonomi merupakan fase krusial yang sangat menentukan dalam keseluruhan assesment penanggulangan kemiskinan sehingga pemahaman indikator indikator keberhasilan dalam tiap tahapan program harus benar benar diperhatikan sebelum melangkah ketahapan berikutnya.  
Kemandirian masyarakat miskin didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari secara layak dan kemampuan untuk berpikir, bertindak dan mengaktualisasikan eksistensi diri dalam pranata sosial kemasyarakatan. Sehingga relasi dalam interaksi sosial bukan lagi hubungan atas bawah, superior-inferior atau ordinat-sub ordinat tetapi sebagai mitra sejajar yang mempunyai ekualitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari secara layak dalam arti tidak adanya ketergantungan kepada pihak lain berimplikasi positif terhadap meningkatnya rasa percaya diri, dari konfidensi ini nantinya diharapkan muncul  survivalitas dalam mengarungi kompetisi. Mengingat bahwa kompleksitas permasalahan dalam kehidupan sangat bervariasi dan berfluktuasi sehingga kemampuan untuk survive sangat diperlukan agar upaya pemberdayaan yang telah dijalankan tidak mentah kembali.
Peranan yang harus dilakukan pemerintah dalam menopang kemandirian masyarakat miskin adalah melakukan proteksi baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan melalui instrumentasi sosial dan ekonomi. Salah satu wujud dari proteksi itu adalah pemberian previledge bagi penyertaan kelompok masyarakat miskin dalam kegiatan dan proyek proyek pembiayaan pemerintah. Kebijakan ini kelihatannya diskriminatif, namun bila dipikir secara mendalam adalah suatu ketidakadilan mengadu kelompok masyarakat miskin dengan kelompok pengusaha dalam gelanggang yang sama, karena tentu segmentasinya berbeda.  Pemberian ruang yang lebih luas kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan penguasaan akses ekonomi dengan memberlakukan segmentasi ekonomi merupakan wujud nyata keadilan sosial. Pemberlakuan segmentasi ekonomi salah satu bentuk riilnya adalah pembatasan ruang bagi pengusaha besar, konglomerasi, franchise baik asing maupun lokal pada wilayah yang menjadi base operation masyarakat miskin, pengusaha lemah, pedagang kecil dan pasar tradisional. Misalnya pelarangan atau pembatasan ijin bagi perusahaan retail nasional pada wilayah wilayah kecamatan karena masuknya mereka kesuatu wilayah kecamatan tentu akan berpengaruh pada pedagang kecil mulai dari penurunan omset sampai kebangkrutan.  
Kelestarian (sustainability) dimaksudkan sebagai jaminan kepada masyarakat miskin akan keberlangsungan perikehidupan mereka serta pengembangannya, dalam fase ini konsistensi pemerintah dalam me-regulasi kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin dan assistensi yang intensif sangat diperlukan. Pada tahap ini pemerintah perlu membangun, memfasilitasi terbentuknya jaringan kerja yang luas sehingga memungkinkan bagi masyarakat miskin untuk mengembangkan diri. Pendek kata program pengentasan kemiskinan haruslah program jangka panjang yang berkelanjutan dan ”pure” untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan bukan program instant jangka pendek apalagi dengan tujuan tujuan politis dan publisitas.


     



Rabu, 03 Februari 2016

HANDICAP PERAN POSITIF PARTAI POLITIK BAGI OTENTISITAS DEMOKRASI


Demokrasi adalah sistem ketatanegaraan yang secara sadar kita pilih, sebagai konsekuensinya segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan ketatanegaraan harus berlandaskan azas azas Demokrasi.  Sistem demokrasi yang kita anut mengaplikasikan konsep Trias Politika yang bertumpukan pada pemisahan kekuasaaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.  Bertolak dari sistematika ini posisi partai politik sebagai satu-satunya institusi legal formal yang  me-representasi hak politik rakyat di lembaga legislatif menjadi begitu strategis, selain itu partai politik juga menjadi kawah candradimuka kaderisasi pemimpin pemimpin bangsa dimasa mendatang karena sangat terbuka kemungkinan tokoh elit partai politik mengisi posisi strategis kepemimpinan nasional baik di pemerintahan maupun lembaga lembaga Negara.
Namun sampai saat ini kita seringkali dihadapkan pada realitas realitas paradoksal dimana indikator- indikator teoritis tidak linier dengan kenyataan faktual dilapangan. Tatkala rezim otoriter berhasil ditumbangkan dan kran demokrasi dibuka selebar lebarnya dalam upaya membumikan demokrasi otentik di indonesia dengan memberi peluang selebar lebarnya bagi partisipasi masyarakat untuk pendirian partai politik, ternyata justru menjadi kontraproduktif dan malah mereduksi nilai positif dari demokrasi itu sendiri.
Secara umum hal ini disebabkan karena kekurangsiapan perangkat suprastruktur dan infrastruktur bagi pelaksanaan otentisitas demokrasi.  Kekurangsiapan perangkat suprastruktur dan infrastruktur itu tergambar dari perilaku politik  baik itu kalangan elitis, grass root, maupun struktur keorganisasian partai politik. Dari kalangan elit parpol perilaku negatif yang menjadi handicap bagi peran positif parpol dalam demokrasi adalah : pertama  Budaya memonopoli kebenaran, kuatnya sindrome singularitas kebenaran dalam sudut pandang pemikiran kaum elit parpol tercermin dari seringnya friksi dan konflik internal parpol, egoisme memonopoli kebenaran mengakibatkan kecenderungan  memandang kehidupan ini sebagai hitam dan putih, putih dipihak saya dan hitam dipihak lawan tanpa memberi ruang yang cukup bagi adanya perbedaan, sikap semacam ini menimbulkan kanibalisme politik dan cenderung menjadikan parpol hanya sebagai kendaraan untuk mencapai ambisi ambisi pribadi. masih banyaknya pola pikir  ini dalam diri para elit parpol maka soliditas partai semakin sulit dicapai.
Kedua Hipokritisme, kemunafikan. Wujud dari hiprokritisme ini adalah inkonsistensi dalam ucapan dan perbuatan, dalam panggung politik di indonesia sepertinya kebohongan itu suatu yang ditolerir, lumrah. Kita seringkali menyaksikan kontradiksi antara antara ucapan dan perbuatan, antara yang dikhotbahkan dan yang dilakukan. Sikap ini semakin mendapatkan habitatnya ketika masyarakat kita begitu permisif terhadap kebohongan dan perilaku perilaku negatif  kaum elit.
Ketiga  tidak adanya sikap ksatria, Sportivisme. Dalam suatu kompetisi panjang yang melelahkan baik itu dalam Pilkada maupun Pilpres sikap ksatria dari para kandidat sangat diperlukan sehingga ketika ”pemenang” sudah ditentukan tidak muncul konflik horisontal antar masa grass root. Kalau boleh belajar dari pilpres amerika yang melahirkan Barrack Husein Obama sebagai presiden, kita patut mengapresiasi sikap ksatria John McCain, begitu hasil penghitungan tabulasi suara menetapkan Barrack Husein Obama sebagai pemenang, beliau mengadakan konperensi pers dihadapan jutaan pendukungnya untuk menyatakan bahwa kompetisi telah usai dan beliau mengajak untuk memberi dukungan sepenuhnya kepada pemerintahan presiden terpilih. Meskipun tidak diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang undangan, Confession Speech seperti itu merupakan cara yang sangat baik untuk menyatukan masyarakat kembali, tidak berlarut larut dalam suasana konflik dan permusuhan.
Keempat Benefit Oriented, Orientasi Keuntungan materi. Ada satu guyonan politik yang sering kita dengar yang mengatakan bahwa investasi ekonomi dalam bidang politik sangat menggiurkan karena  return of invesment  bisa dicapai dalam waktu singkat dan margin keuntungan yang diperoleh bisa tidak terbatas.  Hal ini mungkin menjadi tengara bahwa partai politik di indonesia mengalami proses industrialisasi dan menjadi selayaknya personal interprise.                                                                                                                         
Dari kelompok grass root (akar rumput) berbagai hambatan bagi peran optimal parpol dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia antara lain : Pertama  Kurangnya Rasionalitas dalam pemberian dukungan pada parpol, sebagian besar pemilih kita masih memilih dengan pertimbangan pertimbangan emosional, seperti garis keturunan, hubungan darah, ikatan historis, kesamaan etnis, kesamaan gender, dan bahkan masih ada yang karena pengaruh mythologi, klenik dsb,  hal ini yang menyebabkan partai tidak bisa berkembang menjadi partai modern, dan mereka yang duduk pada posisi puncak struktur hirarkikal partai  bukan karena kapasitas dan integritas personal mereka yang baik namun karena garis keturunan dan darah yang mengalir ditubuhnya atau jasa yang telah didarmabaktikan pendahulunya. Keadaan ini sudah berlangsung lama dan ada kesan sengaja dibiarkan, karena dengan begitu masyarakat akan mudah dikooptasi dan dijadikan bidak catur yang bisa digerakkan untuk mendukung kepentingan mereka. 
Kedua masih lekatnya kultur paternalistik pada pola hubungan patron-klien dalam masyarakat kita, kultur dan struktur paternalistik ini memposisikan hubungan antar manusia secara vertikal-hirarkikal sesuai status dan jabatan. Interaksi yang terbangunpun berlangsung dari atas ke bawah tidak secara egaliter. Hal ini tercermin dari tabiat rakyat indonesia yang terlampau menunggu arahan dari atas dan nyaris tidak ada kreasi yang lahir dari dalam dirinya, bahkan untuk sekedar menentukan pilihan politik mereka harus menunggu arahan dan petunjuk  dari patron kharismatis yang mereka anut.
Ada kata kata bijak yang sering disitir oleh pakar ilmu politik  yaitu there is no road to democracy, democracy is road  (tidak ada jalan untuk mencapai demokrasi, karena demokrasi  adalah jalan itu sendiri) bila demokrasi dianalogikan jalan maka parpol adalah kendaraannya. Jadi jelaslah sebetulnya kalo demokrasi itu bukan tujuan, dan kekuasaan adalah alat untuk pengabdian dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang berperadaban. Deviasi sudut pandang dalam menyikapi keberadaan parpol dan kekuasaan  bisa jadi dikarenakan beragamnya latarbelakang dan orientasi kepentingan politisi dan aktivis partai.
Secara struktur organisasi  faktor penghambat bagi peran positif parpol sebagai pilar demokrasi adalah : Pertama struktur organisasi parpol terlalu gemuk, dari pusat sampai ke daerah banyak orang yang terlibat dalam kepengurusan parpol, dengan agenda kegiatan yang terhitung padat tentu akan banyak dana yang harus dialokasikan untuk operasional. Harus diingat bahwa parpol bukan perusahaan manufaktur yang menghasilkan suatu barang dan bukan pula perusahaan jasa yang menghasilkan produk layanan.  Kedua  belum membudayanya sikap taat azas dan tunduk pada aturan main, AD/ART sebagai konstitusi partai seringkali diposisikan sebagai aksesoris dan alat kelengkapan akta pendirian partai semata. Sebagai rule of the game  yang telah disepakati, semua komponen partai semestinya tunduk pada AD/ART dan tidak membiarkan mekanisme partai tersandera  oleh kepentingan privat seseorang.
 Setiap permasalahan yang muncul hendaknya disikapi dengan kepala dingin dan menempatkan semuanya pada proporsi yang sewajarnya serta menyerahkan penyelesaiannya pada mekanisme yang telah disepakati, tidak semua permasalahan harus diselesaikan dengan suksesi kepemimpinan. Diperlukan kerja keras semua pihak, ketulusan dan keikhlasan untuk membangun demokrasi yang sehat dengan menempatkan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi dan golongan, sehingga peranan parpol sebagai pilar penyokong demokrasi bisa benar benar diwujudkan. Partai politik adalah satu-satunya kendaraan legal formal yang bisa melalui jalan demokrasi bila ada yang salah pada kendaraan itu maka mari kita benahi bersama dan bukan malah menghancurkannya.



JLS, PEMBUKA ISOLASI KAWASAN SELATAN



Kawasan selatan Tulungagung sejatinya menyimpan potensi besar dalam berbagai bidang, selama ini yang telah tergali dan memberi kontribusi signifikan adalah pertambangan, khususnya Penambangan Batu Marmer. Sejak jaman Kolonial Belanda potensi pertambangan Batu Marmer ini sudah diketahui dan dimanfaatkan secara luas bahkan sudah menjadi Industri yang mendunia mengingat kualitas batu marmer Tulungagung merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Selain itu juga terdapat potensi pertanian berupa komoditas tanaman jagung, kacang tanah, potensi perkebunan berupa komoditas tanaman kelapa, pisang, pepaya dll, dan potensi perikanan berupa hasil laut dari nelayan di sepanjang pesisir pantai selatan serta potensi pariwisata yang akhir akhir ini semakin menggeliat dengan spot yang semakin banyak dan bervariasi.


Kawasan selatan yang kontur tanahnya berbukit bukit memang agak tertinggal dari kawasan utara hal ini dikarenakan akses infrastruktur yang sangat kurang, banyak faktor memang yang menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya karena sebagian lahan dalam penguasaan perhutani dan masih berupa hutan baik hutan produksi maupun hutan primer.






 Namun ketertinggalan ini agaknya tidak akan berlangsung lama karena Wacana pemerintah untuk membuka isolasi kawasan selatan dengan membangun jalan di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa sudah mulai di realisasikan, yaitu Jalur Lintas Selatan atau JLS.  Jalur ini rencananya akan dibangun mulai Pelabuhan Ratu di Sukabumi Jawa Barat sampai Banyuwangi di Jawa Timur,  untuk ruas di Jawa Timur khususnya jalur rintisannya sudah selesai dikerjakan beberapa ruas di Pacitan, Trenggalek dan Tulungagung bahkan sudah mulai tahap Pengerasan dengan aspal Hotmix.

Untuk ruas Tulungagung yang sudah diaspal berada di wilayah Kecamatan Besuki sepanjang sekitar 8 kilometer dengan lebar 10 meter dengan memangkas punggung bukit dan berkelok kelok mengikuti alur pegunungan kapur selatan Tulungagung. Pembukaan JLS ini membuat uforia baru bagi masyarakat Tulungagung. Kondisi jalan yang bagus dengan kontur mengikuti alur pegunungan yang cantik serta view view menakjubkan dari deretan pantai pantai indah menjadikan spot wisata baru yang lagi booming saat ini. Dan bagi komunitas penghobi selfie, lokasi ini menjadi buruan untuk mendapatkan latar view yang bagus.


Dampak ekonomis juga sudah mulai terasa, mulai banyak warung warung makan berdiri di sepanjang jalan, kedepannya hal ini ditata agar lebih teratur dan tidak justru merusak atau menghalangi pengunjung menikmati indahnya pemandangan yang tersaji. Bila pengerasan jalan dengan aspal hotmix terus dilanjutkan ke arah barat akan tersambung ke kawasan watulimo, prigi di Kabupaten Trenggalek, bila diteruskan ke arah timur akan masuk ke wilayah Kecamatan Tanggunggunung, Kecamatan Kalidawir dan Kecamatan Pucanglaban. Saya membayangkan bila ini sudah terealisasi maka kita akan berturut turut bisa menikmati indahnya Pantai Klatak, Pantai Bayem, Pantai Sidem, Pantai Popoh, Pantai Corro, Banyu Mulok, Pantai  gerangan, Pantai Sanggar, Pantai Sine, Kedung tumpang dst. Alangkah indahnya,   Semoga saja cepat terealisasi.