Kamis, 04 Februari 2016

RE – DESIGN POLA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DALAM RANGKA PENGENTASAN KEMISKINAN ( di Kabupaten Tulungagung )


Program pengentasan kemiskinan sebenarnya sudah lama mendapat perhatian dalam kebijakan pembangunan secara nasional maupun di Kabupaten Tulungagung.  Bila pada kenyataannya masih banyak ditemukan kemiskinan dalam masyarakat, maka pertanyaannya adalah :
1.      Apakah program pengentasan kemiskinan yang sudah dijalankan tidak berjalan sebagaimana mestinya ? tidak menghasilkan solusi sebagaimana yang diharapkan ?
2.   Apakah porsi Program pengentasan kemiskinan dalam pola umum kebijakan pembangunan secara makro tidak cukup signifikan dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi?
3.  Apakah ada faktor eksternal yang begitu kuat sehingga laju kemiskinan baru lebih besar dari jumlah warga miskin yang berhasil dientaskan, sehingga secara kumulatif angka kemiskinan tetap bertambah?
Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan diatas ada baiknya kita sedikit flash back dulu ke belakang untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kemiskinan dalam masyarakat bisa terjadi. Kemiskinan bukanlah suatu permasalahan yang berdiri sendiri, kemiskinan merupakan muara dari permasalahan permasalahan lain baik personal maupun dalam komunitas suatu masyarakat yang terakumulasi dan tereskalasi menjadi kemiskinan dalam bentuknya yang kompleks, yaitu ketidakberdayaan dan keterbatasan- keterbatasan lainnya.
Bila ditilik dari akar penyebabnya kemiskinan bisa diklasifikasikan dalam beberapa golongan yaitu :
1.  Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang diturunkan dari orangtua ke anaknya, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.      Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh aturan-aturan adat yang membatasi penguasaan akses-akses ekonomi dengan alasan-alasan kultural.
3.   Kemiskinan Theologis, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh interpretasi suatu ajaran tertentu yang menganggap bahwa kemiskinan sebagai jalan hidup yang harus dijalani.
4. Kemiskinan Psikologis, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hambatan- hambatan psikologis sehingga potensi seseorang tidak tereksplorasi secara maksimal.
Pada kenyataan riil dilapangan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat bisa karena satu faktor atau merupakan kombinasi dari beberapa sebab, oleh karena itu pengentasan kemiskinan harus dilakukan dengan suatu konsep terpadu dari semua unsur antar instansi lintas departemen pemerintah maupun institusi swasta dan masyarakat yang saling bersinergi dan terintegrasi dalam suatu pola kebijakan makro dan sektoral yang konsisten dan berkelanjutan. Integrasi semua komponen dalam pengentasan kemiskinan sangat penting agar bisa menghasilkan suatu assesmen yang terfokus dan menyeluruh, karena berdasarkan indikator-indikator dilapangan kemiskinan yang terjadi di Indonesia khususnya di Kabupaten Tulungagung bukan lagi semata mata masalah Infrastruktur melainkan lebih kepada masalah lain yang lebih elementer yaitu masalah Suprastruktur, Mentalitas. Hal ini terkait dengan proses Nation Character Building, proses pembentukan karakter bangsa yang tidak terselesaikan, terbengkalai dan terabaikan. Sehingga kini kita menjadi bangsa  dan masyarakat yang tidak punya etos kerja, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, rasionalitas, daya survival, kreatifitas dan inovasi, padahal hal hal inilah sebenarnya yang harus dimiliki sebagai modal dasar menuju kemajuan dan kesejahteraan.
Bertolak dari kenyataan itu Re-design Pola Kebijakan Pembangunan di Kabupaten Tulungagung dalam rangka pengentasan kemiskinan harus didasarkan pada peningkatan kualitas sumber daya masyarakat miskin dengan merujuk pada Pemberdayaan (empowering), Kemandirian (independence) dan Kelestarian (sustainable).
Pemberdayaan dalam rangka pengentasan kemiskinan  meliputi pemberdayaan personal dan pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan personal masyarakat miskin ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pribadi (personal capacity) dan Kapasitas Kelompok (community capacity). Peningkatan Kapasitas Pribadi (Personal Capacity)  merujuk pada peningkatan Intelektualitas dan kematangan Psycho-Emotional (psycho emotional maturity).  Peningkatan Intelektualitas berwujud pada kemampuan untuk mencerna dan menganalisa masalah serta menemukan solusi, dan  peningkatan life skill ketrampilan yang sangat diperlukan sebagai senjata untuk survive dalam persaingan. Kematangan Psycho-Emotional adalah kemampuan mengelola emosi, stimulus stimulus internal dan eksternal serta penempatan rasionalitas dalam penyikapan keadaan, wujud dari kematangan Psycho-Emotional bisa membimbing agar peningkatan kapasitas pribadi masyarakat miskin tetap selalu dalam koridor norma hukum, norma sosial dan norma agama, serta semua upaya pemberdayaan yang telah dilakukan mempunyai implikasi positif dan konstruktif terhadap Pola Kebijakan Pembangunan secara Makro.
Peningkatan kapasitas kelompok (community capacity) diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position) masyarakat miskin terhadap dunia usaha dan stake holder terkait serta membuka akses masyarakat miskin terhadap pelayanan publik.
Peningkatan kapasitas kelompok bisa ditempuh melalui pemberdayaan kelompok kelompok dalam masyarakat baik itu kelompok usaha bersama maupun jenis kelompok lainnya.
Pemberdayaan Ekonomi  adalah pemberian suatu jenis pekerjaan atau usaha ekonomi produktif  kepada masyarakat miskin sehingga ada suatu jenis usaha dan pekerjaan permanen yang bisa dijadikan penopang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari. Guna mewujudkan pemberdayaan Ekonomi harus ada parameter specifik yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah dalam hal jenis bantuan, jumlah bantuan, jenis pendampingan dan durasi program. Jenis Bantuan harus disesuaikan dengan daya dukung alam sekitar baik demi keberlangsungan usaha dan pemasarannya, untuk jumlah bantuan harus ada analisa dalam jumlah minimal berapa suatu jenis usaha untuk orientasi bisnis bisa diusahakan dengan sistem industri rumahan.
Jenis pendampingan yang dilakukan dalam pengentasan kemiskinan harus bisa mengawal keseluruhan program dari awal sampai saat dimana masyarakat miskin mempunyai kemampuan untuk mandiri dan mempunyai kesanggupan untuk bersaing. Oleh karena itu seringkali program pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara Instansional mengingat bahwa pendampingan yang harus dilakukan menyangkut banyak aspek dengan intensitas kegiatan yang tinggi dan memerlukan banyak assesment dengan sentuhan pribadi (personal touch).   Durasi pendampingan hendaknya dalam jangka panjang, mengingat pemberdayaan masyarakat miskin adalah upaya untuk mengubah pola pikir dan pola tindakan dari konsepsi tradisional menuju konsepsi modern, dari konsepsi agraris menuju konsepsi industrialis. Muara dari pendampingan menuju pemberdayaan ekonomi adalah terbentuknya jiwa enterpreneurship dalam diri masyarakat miskin yang ditopang oleh  kecukupan kapasitas pribadi dan kapasitas kelompok.
Proses menuju pemberdayaan masyarakat miskin baik itu pemberdayaan personal maupun pemberdayaan ekonomi merupakan fase krusial yang sangat menentukan dalam keseluruhan assesment penanggulangan kemiskinan sehingga pemahaman indikator indikator keberhasilan dalam tiap tahapan program harus benar benar diperhatikan sebelum melangkah ketahapan berikutnya.  
Kemandirian masyarakat miskin didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari secara layak dan kemampuan untuk berpikir, bertindak dan mengaktualisasikan eksistensi diri dalam pranata sosial kemasyarakatan. Sehingga relasi dalam interaksi sosial bukan lagi hubungan atas bawah, superior-inferior atau ordinat-sub ordinat tetapi sebagai mitra sejajar yang mempunyai ekualitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari secara layak dalam arti tidak adanya ketergantungan kepada pihak lain berimplikasi positif terhadap meningkatnya rasa percaya diri, dari konfidensi ini nantinya diharapkan muncul  survivalitas dalam mengarungi kompetisi. Mengingat bahwa kompleksitas permasalahan dalam kehidupan sangat bervariasi dan berfluktuasi sehingga kemampuan untuk survive sangat diperlukan agar upaya pemberdayaan yang telah dijalankan tidak mentah kembali.
Peranan yang harus dilakukan pemerintah dalam menopang kemandirian masyarakat miskin adalah melakukan proteksi baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan melalui instrumentasi sosial dan ekonomi. Salah satu wujud dari proteksi itu adalah pemberian previledge bagi penyertaan kelompok masyarakat miskin dalam kegiatan dan proyek proyek pembiayaan pemerintah. Kebijakan ini kelihatannya diskriminatif, namun bila dipikir secara mendalam adalah suatu ketidakadilan mengadu kelompok masyarakat miskin dengan kelompok pengusaha dalam gelanggang yang sama, karena tentu segmentasinya berbeda.  Pemberian ruang yang lebih luas kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan penguasaan akses ekonomi dengan memberlakukan segmentasi ekonomi merupakan wujud nyata keadilan sosial. Pemberlakuan segmentasi ekonomi salah satu bentuk riilnya adalah pembatasan ruang bagi pengusaha besar, konglomerasi, franchise baik asing maupun lokal pada wilayah yang menjadi base operation masyarakat miskin, pengusaha lemah, pedagang kecil dan pasar tradisional. Misalnya pelarangan atau pembatasan ijin bagi perusahaan retail nasional pada wilayah wilayah kecamatan karena masuknya mereka kesuatu wilayah kecamatan tentu akan berpengaruh pada pedagang kecil mulai dari penurunan omset sampai kebangkrutan.  
Kelestarian (sustainability) dimaksudkan sebagai jaminan kepada masyarakat miskin akan keberlangsungan perikehidupan mereka serta pengembangannya, dalam fase ini konsistensi pemerintah dalam me-regulasi kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin dan assistensi yang intensif sangat diperlukan. Pada tahap ini pemerintah perlu membangun, memfasilitasi terbentuknya jaringan kerja yang luas sehingga memungkinkan bagi masyarakat miskin untuk mengembangkan diri. Pendek kata program pengentasan kemiskinan haruslah program jangka panjang yang berkelanjutan dan ”pure” untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan bukan program instant jangka pendek apalagi dengan tujuan tujuan politis dan publisitas.


     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar